Minggu, 09 September 2007

Masjid Al Mujahidin (Bagian 2)

Sebuah masjid berlantai dua berdiri kokoh di sela-sela bangunan kampus. Letaknya yang agak jauh dari perkampungan tidaklah membuat masjid itu tampak sepi. Selalu ada aktivitas di masjid ini.
Siang hari, di saat masjid yang lain sepi tak berpenghuni, kegiatan belajar-mengajar tutorial menjadi pengisi masjid ini. Tutorial adalah kegiatan asistensi agama Islam yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa muslim yang mengambil mata kuliah PAI. Tutorial ini diberikan bagi seluruh mahasiswa muslim UNY, mengingat 2 SKS mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang diberikan dirasa kurang cukup untuk membekali mahasiswa menjadi seoarang yang berakhlak Islami.
Malam hari, di saat masjid-masjid yang lain sudah terkunci, masjid Al Mujahidin justru menjadi tempat ‘rekreasi’ hati. Entah lembaga apa saja, baik dari luar UNY maupun lembaga internal kampus sering meminjam salah satu dari beberapa ruang di lantai dua untuk keperluan Mabit[1], atau hanya sekedar rapat.
Dari 5 waktu sholat, hanya sholat subuh yang diikuti oleh sedikit Jama’ah. Ini bisa dimaklumi karena letak masjid tersebut relatif jauh dari perkampungan penduduk atau rumah kost. Jama’ah subuh biasanya hanya orang ‘itu-itu’ saja, yaitu para takmir[2], penghuni sekretariat UKM tertentu, dan kadang ditambah oleh jama’ah Mabit. Hanya beberapa penduduk asli yang sholat Subuh di Masjid ini. Kebanyakan penduduk Karangmalang[3] lebih memilih sholat di Masjid Al Muttaqin. Tentu saja karena letaknya yang dekat dengan rumah mereka.
Berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya, Masjid Al Mujahidin Justru terlihat sepi pada waktu menjelang perayaan Idul Fitri sampai beberapa saat setelahnya. Takmir masjid yang rata-rata adalah mahasiswa memaksa mereka harus mengobati kerinduan pada keluarga pada saat seperti itu. Beberapa takmir yang masih ‘bertahan hidup’ di sana, kemungkinan terdiri dari orang-orang yang:
Pertama, rumah tempat tinggalnya berdekatan dengan kampus sehingga memungkinkan untuk bolak-balik dalam waktu cepat. Kedua, mereka yang rumahnya jauh, dan masih menyisakan tugas-tugas yang harus segera diselesaikan. Ketiga, mereka yang berasal dari luar pulau dan tidak ada uang saku untuk mudik. Keempat, orang yang benar-benar memiliki tekad untuk memakmurkan masjid, dan biasanya tetap teguh pada idealismenya. Kelima, mudah-mudahan tidak ada, Mereka yang punya masalah dengan keluarga atau kampung halaman. J
Lantai Satu Masjid ini terbagi menjadi empat ruang, meliputi ruang utama, sayap Selatan, Sayap Utara, serta serambi. Untuk keperluan shalat 5 waktu, ruangan yang dipakai biasanya hanya ruang utama ditambah ruang sayap Utara untuk jamaah akhwat. Sedangkan ruang sayap Selatan dan serambi masjid biasanya terisi penuh hanya ketika shalat Jumat saja.
UKKI Jama’ah Al Mujahidin adalah salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang paling banyak beraktifitas di Masjid tersebut. Mulai dari sholat, Kajian, hingga rapat, Masjid Al Mujahidin-lah tempat mereka berlabuh.
Sekretariatnya terletak kurang lebih 500 Meter dari Masjid Al Mujahidin. Kegiatan yang berbau keadministrasian atau rapat bidang biasanya dilakukan di sekretariat itu. Namun kegiatan lain yang membutuhkan tempat yang luas biasanya dilakukan di masjid Al Mujahidin. Walau jauh dari sekretariat, bukan menjadi halangan bagi pengurusnya untuk tetap dekat dengan masjid.
Tidak hanya UKKI saja yang beraktifitas di masjid ini. Di UNY ada 9 lembaga internal kampus yang sering beraktivitas di masjid Al Mujahidin. Selain UKKI, ada 6 Sub Kerohanian Islam (SKI) Fakultas, Tutorial, ditambah takmir masjid itu sendiri. Pada akhirnya, orang sulit membedakan antara pengurus UKKI, SKI, tutorial ataupun dengan Takmir Masjid. Nah, mungkin karena kebingungannya itulah akhirnya muncul istilah ‘Cah Mujahidin’, untuk menyebut seseorang yang sering beraktifitas di sana.
Orang merasa ngeri kalau mendengar kata Mujahidin. Ini karena persepsi mereka terhadap kata ‘jihad’ yang biasa diasosiasikan dengan medan pertempuran. Begitu pula banyak orang yang sedikit miris apabila harus berurusan dengan UKKI, meski baru melihat Kop suratnya saja. Umumya orang tidak mengerti kalau nama ‘Jama’ah Al Mujahidin’ adalah berasal dari nama masjid tempat organisasi ini sering beraktifitas.
*
UKKI baru saja mengadakan acara suksesi selama 3 hari. Acara tersebut lebih dikenal dengan istilah Musyawarah Anggota Tahunan atau Mustah. Mustah adalah rangkaian acara rutin tahunan yang dimaksudkan untuk meminta pertanggungjawaban kepengurusan tahun lalu, sosialisasi AD-ART, menyusun GBHK, serta memilih dan menetapkan Pengurus Harian yang baru. Yang membuat lama Mustah bukan karena banyaknya agenda dalam rangkaian acara tersebut, tetapi karena banyaknya perdebatan sesama peserta musyawarah.
“Pimpinan Sidang, Saya TIDAK SEPAKAT dengan susunan bahasa yang ada pada draf. Menurut saya, sebaiknya begini….” Itulah contoh kalimat yang biasa muncul dalam perdebatan Mustah.
Sang pimpinan sidang pun akan mengatakan kata-kata ‘standar’ pula. “Baiklah, saya akan menyampaikan dua opsi. Opsi pertama, sesuai dengan draf. Bisa disepakati?”
Reaksi dari peserta mustah bermacam-macam. Ada yang mengatakan setuju, ada yang mengatakan tidak sepakat, tapi ada juga yang kebingungan. Bila sudah dalam posisi bingung, maka peserta dengan terpaksa harus menyimak opsi yang kedua.
“Opsi yang kedua, sesuai dengan yang diusulkan akhi…., berbunyi……” Pimpinan sidang melanjutkan, “Bisa disepakati?”
Seringkali, hingga pada opsi ke-sekian, reaksi peserta masih belum bisa ‘satu’ suara. Jika sudah seperti itu, maka langkah yang harus ditempuh adalah proses lobi dari peserta yang mewakili pendapat yang berbeda. Semakin banyak bagian yang harus diselesaikan dengan proses lobi, maka semakin banyak waktu yang terbuang.

Setiap malamnya aku harus menginap di masjid Al Mujahidin dari hari Jumat sampai Senin. Aku nyaris tidak pernah beraktivitas dengan dunia luar, sehingga ketinggalan informasi-informasi terbaru. Salah satu hal yang paling tidak kuketahui selama Mustah ini adalah informasi tentang musibah besar yang menimpa Aceh.
Aku baru tahu adanya musibah itu sehari setelah Mustah usai. UKKI pun tidak banyak bergerak karena kepengurusan yang baru belum terbentuk. Sembilan belas pengurus harian terpilih yang belum saling mengenal dengan baik tidaklah cukup untuk membuat kami segera bertindak. Bisa dikatakan tidak ada sesuatu yang bisa aku berikan untuk masyarakat Aceh, kecuali hanya beberapa bait puisi yang kutulis untuk mengenangnya.

Belum usai penderitaanmu
Kini kau mengangis kembali
Belum sempat engkau berdiri
Tapi kau Malah jatuh lagi

Serambi Mekah,
Benca ini mengapa harus terjadi padamu
Kami di sini hanya menyaksikan
Betapa Kau menderita

Ayo kawan bersama ulurkan tangan kita
Untuk mereka yang tertimpa bencana
Harta, jiwa, atau hanya dengan doa
InsyaAllah karenanya
Berkurang beban mereka
Sedang amalan kita memperoleh ridho-Nya


Ayo kawan bersama kita ambil hikmahnya
Atas bencana yang menimpa negeri kita
Smoga kita tersadar
Bahwa hidup ini sementara
Dan nanti Akan diminta
Pertanggungjawabannya.

Aku memang tidak begitu pandai dalam membuat puisi. Namun dari puisi-puisiku, beberapa buah lagu kadang bisa tercipta. Aku lebih menikmati irama lagu-ku dari pada gaya bahasa liriknya.
Paling tidak ada beberapa keuntungan yang bisa aku dapatkan ketika membuat lagu dari puisi itu. Salah satunya adalah menghilangkan kepenatan setelah 3 hari terkungkung di acara Mustah.
Jika kita hanya berfikir secara matematis, Mustah jelas sangat membuang waktu, menguras energi dan pikiran, juga biaya dan tenaga. Namun kalau kita melihat sisi yang lain, banyak hal yang bisa kita dapatkan di sana. Wawasan kita jadi bertambah, pengalaman organisasi kita meningkat, dan tentu saja ukhuwah pengurus menjadi lebih terjaga. Hal yang sebelumnya tidak terduga olehku adalah bahwa rangkaian Mustah bisa melatih para pesertanya untuk percaya diri dalam mengemukakan gagasan, ide atau pendapat mereka. Yah, sewaktu-waktu ditunjuk menjadi wakil rakyat, tidak ada lagi kecanggungan dalam diri mereka.
[1] Malam bina iman dan taqwa; rangkaian acara pengajian pada malam hari, biasanya diteruskan dengan sholat malam pada dini hari.
[2] Bahasa arab; takmir=orang yang memakmurkan masjid, pengurus masjid.
[3] Nama sebuah Dusun di desa Catur Tunggal, Depok, Sleman. Di sinilah Lokasi gedung Kampus pusat UNY.

Tidak ada komentar: